[JAKARTA]
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Rasyid Baswedan
segera mengeluarkan peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan
(Permendikbud) terkait pelaksanaan Kurikulum 2013 (K-13).
Anies
sudah memutuskan bahwa pelaksanaan K-13 untuk Semester II (Januari
2014) hanya diterapkan oleh sekolah-sekolah angkatan pertama sebanyak
6.326 sekolah.
Hal
itu dikatakan Anies saat ditemui di kantin pegawai Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Jumat (5/12).
"Jadi
intinya, kita tetap akan mengembangkan kurikulum, tapi kita tidak
ingin menggunakan seluruh Indonesia sebagai tempat untuk percobaan.
Dimatangkan dulu baru diterapkan. Masa diterapkan dulu baru
dimatangkan," kata Anies.
Anies
menjelaskan K-13 sudah dijalankan oleh dua angkatan. Angkatan pertama
adalah sekolah-sekolah yang menjalankan K-13 pada tahun 2013. Mereka
saat itu disebut sebagai "sekolah inti" sebanyak 6.326
sekolah. Sedangkan, angkatan kedua adalah sekolah-sekolah yang mulai
melaksanakan K-13 pada tahun 2014.
Dia
mengatakan, dalam fase pembenahan K-13, sekolah angkatan pertama
(6.326 sekolah) akan disebut sebagai sekolah percontohan.
Sekolah-sekolah sudah menjalankan K-13 selama tiga semester. Namun,
sekolah angkatan kedua baru menjalankan K-13 selama satu semester.
"Yang
angkatan kedua baru satu semester itu off. Tapi angkatan pertama
jalan terus dengan evaluasi," katanya.
Sebagai
latar belakang, pemerintah memberlakukan K-13 sejak tahun 2013. Di
tahap awal penerapan, mantan Mendikbud Mohammad Nuh menetapkan 6.326
sekolah sebagai sekolah inti. Selanjutnya, pada 2014, Nuh
menetapkan K-13 dilaksanakan di semua sekolah di Indonesia.
Anies
mengungkapkan, sebelum mengeluarkan Permendikbud, dirinya akan
mengirimkan semacam surat edaran berisi penjelasan K-13 kepada
seluruh sekolah. Menurutnya, surat itu akan memuat penjelasan menteri
tentang perubahan dalam pelaksanaan K-13.
"Sore
ini diumumkan. Saya lagi finalisasi teksnya supaya tidak ada
kesalahan," ujarnya.
Anies
mengatakan, sejak dulu, sekolah hanya menerima peraturan menteri
saja. Namun, tidak pernah ada penjelasan tentang mengapa kebijakan
itu dijalankan.
Dia
ingin agar guru tahu langsung dari menteri dan bukan dari pihak lain,
termasuk media.
"Sedari
dulu yang diterima selalu hanya Permen (peraturan menteri), bahasa
hukum saja. Tapi kenapa harus dilakukan itu, kenapa tidak begini.
Mereka ditanya orangtua, ditanya masyarakat. Sekolah cuma bisa jawab,
keputusan menteri, why apa? Tidak ada," katanya. [C-5/L-8] Sumber:beritasatu
Posting Komentar